Jejakcantik.com- Perjalanan mengajarkan pelbagai hal, tidak semuanya mudah dan menyenangkan. Apalagi ketika kita dalam kondisi perekonomian yang pas-pasan. Duit memiliki arti, tetapi masa muda tak kan kembali. Tidak masalah, menikmati perjalanan dengan menggunakan transportasi umum. Bahkan, dengan mencari harga terjangkau. Quotes of the day, “Hidup bukan hanya sekedar uang, kemewahan; tetapi juga kepuasaan hati ketika melakukan hal yang berbeda.” – Citra Pandiangan.

 

Melakukan perencanaan liburan 30 hari ini, benar-benar secara matang. Apalagi notabennya aku ini bukanlah orang yang “strong,” seperti kata pepatah ada niat, pasti ada jalan. Jadi, tidak masalah harga tiket Bandung ke Yogyakarta menggunakan kelas bisnis. Padahal pergi dari Jakarta ke Bandung menggunakan kelas eksekutif Kereta Api Indonesia (KAI).

 

Aku bukanlah penggemar kereta api, ini kali kedua aku naik kereta api! Maklum, Kepri tidak ada kereta api. Begitu juga dengan Balikpapan. Menunggu dan was-was, karena takut salah peron. Nggak lucu kan kalau ketinggalan kereta api. Padahal menunggu sudah sejak petang. Kembali lagi melihat jam, jam lagi-lagi sudah tertuju pada jarum angka 7 berarti bus, ups kereta api ku harusnya sudah tiba. Kebetulan naik yang malam. Eh, ditunggu-tunggu kenapa kereta-nya gak datang, panik dan cemas karena tidak ada orang disampingku yang turut duduk manis.

 

Walah segera nanya ke orang nih, kebetulan ada cleaning service yang lagi nyapu di gerbong eksekutif, “Mas nanya kereta Ladoya Malam ke Yogyakarta yang mana ya?” tanyaku, “katanya di Line 6?”. Terus jawab masnya, “Ya yang ini mbak.” “Tapi kan, ini tulisan Bandung-Bengawan Solo?”; “Iya mbak keretanya melewati Yogyakarta dulu.” Aduh, tensin (malu, red) banget. Udah begitu beberapa mas-mas dibelakang pun pada turut mengetawai aku hiks hiks, “Kami mau nanya mbak mau naik kereta apa? Tapi nggak enak” aku cuma tersenyum masam aja, idih hampir saja tertinggal kereta.

 

Cari-cari gerbong pertama kelas bisnis, waduh kalau jalan di luar kereta, takut ketinggalan. Sindrom kagak tau system kereta api. Jadi dah naik ke gerbong tiga kelas eksekutif. Semilir angin AC-nya adem. Bahkan mereka sudah pada kemulan gitu, menyembunyikan diri dari dinginnya AC yang adem banget. Terus aku harus melewati gerbong makanan, basa-basi sejenak sama “juru masak” kereta api-nya. “Numpang lewat ya mas?”

 

Finally aku menemukan urutan bangku yang harus ku duduk-I,  dan berdoa mudahan teman seperjalanan ku bukanlah orang yang menyebalkan, dan blab la bla gak serukan kalau 8 jam bersama orang yang tidak asyik. Eh, jam sudah hampir menunjukan kereta berangkat. Ah ya, kondisi tubuhku ini kan “lemah” kagak bisa mengangkat barang yang terlalu berat untuk ditaruh diatas tempat penyimpanan barang di kereta api. Walaupun posisi jarak bangku dengan bangku yang lain tidak seluas kelas eksekutif, tetapi setidaknya masih bisa menaruh koper manis ku disampingku. Tidak apa-apalah, karena memang tidak kuat untuk menaruhnya diatas kepala.

 

Waduh rupanya yang duduk di sebelah ku adalah salah satu petugas kereta api yang hendak pulang ke Solo karena ada urusan keluarga. Mas-nya baik hati ini memperbolehkan aku duduk di bangkunya dan dia duduk di urutan bangku ku. Syukur dah ketemu teman seperjalanan yang pengertian bingo.

 

Masih ingat gak lagu, naik kereta api tut tut tut, siapa hendak ikut. Itu yang benar-benar aku rasakan waktu kereta api secara perlahan mengeluarkan pluit-nya, dan dreng dreng berjalan perlahan keluar dari stasiun. Pemandangan tentu saja sudah gelap gulita, tetapi ada setitik cahaya penerangan lampu jalan yang masih bisa kulihat di sekeliling ku, khususnya diluar jendela. Karena aku duduknya didekat jendela. Jadi deh, aku menikmati sejenak. Melewati pasar malam yang pasti seru banget pergi kesana waktu masih kecil.

 

Dulu banget, sewaktu aku masih kecil, mungkin masih kelas satu or dua SD, mama mengajak ke pasar malam. Itu adalah yang pertama dan terakhir aku pergi ke pasar malam. Bukan karena mama nggak ada duit, karena cuma sekali saja ada pasar malam pada masa itu di tempatku. Pasar malam keliling, seru banget bermain di pasar malam, apalagi jika dibelikan kembang gula itu kalau yang terkena angin kempes, seru ya. Jadi nostalgia deh. Masa lalu mu apa? Masih ingat nggak, hal-hal yang menyenangkan? Penting lho pada saat sedang konflik atau merasa tidak senang dengan “ortu” mengingat kebaikannya lebih banyak dibanding kejelekan-nya akan membuatmu bersyukur memiliki orangtua seperti orang tuamu.

 

Perjalanan yang melelahkan memang naik kereta api, apalagi delapan jam. Kepala pun mulai kembali merasa nyut-nyutan. Untunglah selalu sedia obat-obatan karena itu sangat penting banget buat jaga-jaga. Sudah gitu pesan nasi goring di kereta api, kata orang mahal banget, bayangan ku harganya diatas 40k ternyata masih murah, dan sebanding koq. Pesan langsung ke gerbong makanan. Banyak orang yang memesan dan duduk di gerbong makanan, sedangkan mas-mas seperjalanan ku itu memang dari awal mengajak “ngopi” tetapi aku tolak.

 

Jadi aku pesan dan minta diantar ke bangku. Duduk manis dan tralalala tak lama kemudian makanan pun datang, mari bersantap malam. Padahal jam sudah hampir jam 10.00 malam, waduh bisa ngendut nih aku, tetapi tak apa, nasgor satu porsi habis dilalap, dan karena kepala nyut-nyutan, aku mencoba untuk tidur. Alhasil tidak berhasil, resep yang biasanya manjur pun, tak terpengaruh untuk “menghipnotis ku” tidur. Lalu, keluarkan laptop dan mulai dah tik tik tik tik, bukan bunyi hujan. tetapi bunyi keyboard yang bersentuhan dengan jemari ku yang tidak letih ini. Ya tak apalah, yang penting berusaha apapun itu asal kantuk bisa datang.

 

Yang ada malah kantuk kagak datang-datang, jadi tik tik tik sudah merasa bosan. Kembali dengarkan music yang lagi menjadi hit di dalam list lagu yang aku sukai. Bukan lagi patah hati atau jatuh cinta, I just love the lyric and the music, this song make me feel so good hahaha. “Cry on My shoulder” so sweet song, mendengarkan sambil nyanyi-nyanyi kecil, soalnya nyadar diri suara tak lah se-merdu Celine Dion, dan kagak mau nanti ditendang para penumpang lain keluar kereta; karena kuping-nya pada sakit dengar suaraku yang amburadul, alias entah kemana-mana. Banyak teman yang berbeda agama mengatakan, kan agama Kristen suka nyanyi-nyanyi, otomatis suaranya pada bagus-bagus donk. Waduh, ya gak juga keles, hahaha. Maklum aku tak punya bakat bernyanyi, berusaha ikut koor pun yang ada kena sepak hahahaha, tapi ya semuanya dinikmati untuk sendiri saja ya

 

Oh ya, aku ada menciptakan lyric waktu lagi patah semangat, lirik yang aku buat ini sangat singkat dan beneran bisa membangkitkan semangat ku dan menjadikan ku lebih tegar dalam menghadapi patah hati yang berkepanjangan ini.

I’m strong, I am strong

Sad never come, blue always gone

Smiling, Keep smile

Make my day be happy

 

Perjalanan masih panjang dan aku mencoba mendengarkan lagu dengan memejamkan mata, dan berharap pak kantuk segera menghampiriku. Eh giliran pak kantuk datang, telepon ku malah berbunyi, jadilah mengobrol dengan teman. Namun lantaran sinyalnya itil (Ilang-ilang timbul, bagaimana gitu) jadi dilanjutkan dengan whatsapp, dan akhirnya jatuh tertidur juga. Asyik-asyik tidur, eh ada suara, “mbak, mbak, bisa geser sedikit,”; “Oh ya, maaf mas (sambil membenarkan posisi tidur). Perasaan tadi aku tidur posisi ku gak seperti itu deh, aku bener-beneran dempat banget dengan tas  ku, ini malah kaki satu bisa terangkat dan hampir semua bagian bangku aku gunakan sendiri.  Mas itu pun duduk, aku kembali melanjutkan tidur, asli tidur di kelas bisnis tidak seenak tidur di kelas eksekutif. Ya iyalah perbandingan harganya saja berbeda, backpacker yang melelahkan hati.

 

Perjalanan panjang pun dibiarkan berlalu, karena mencoba untuk tertidur, sekali-kali terbangun. Begitu tak bisa tidur belajar bahasa Belanda yang memang niatan hati harus bisa berbahasa belanda akhir tahun ini, setidaknya 10-15 persen paham. Lalu, kantuk pun datang lagi, idih pak kantuk koq suka bermain she. Tidur lagi, bangun lagi membenarkan posisi karena leher pada pegal semua. Walaupun sudah bawa bantal leher, syukur dah aku bawa itu, berat-berat-in di dalam tas ransel tetapi ada gunanya juga.

 

Tak lama kemudian, viola aku hampir tiba di station Tugu Yogyakarta. Tebak ayo jam berapa? Benar sekali jam 03.10 AM. Kereta sudah berada di station Yogyakarta, turunnya bingung mau kearah kanan or kiri ya. Waktu sekilas lihat tulisan kecil di dinding Jalan Malioboro, jadi aku turun ke arah kanan. Duduk manis di bangku stasiun, apalagi ini ya hari yang beruntung banget buat aku. “Pergi dari Bandung diiringi HUJAN DERAS, Tiba di Yogyakarta disambut Hujan.”

 

 Aduh senangnya hatiku bergembira, bunga-bunga dimana-mana. Idih, lagi-lagi kalau hawa dingin datang, pastinyaaaaaaaaaaaaaaa…………….. aduh mana, mana dimana, toilet, aku harus segera nyetor nih. Seret-seret koper, gendong dong ransel, ketemu dah toilet yang dicari-cari, toilet-nya lumayan bersih, dan I love it, I love toilet di Yogyakarta, karena di dalam toilet-nya luas. Jadi tidak bingung taruh koper didalam dan segera deh pispispis.

 

Kembali lagi ke bangku, tas ransel dijadikan bantal, mencoba meluruskan badan. Idih lagi-lagi perut bermasalah. Harus balik lagi ke toilet, mana di dekat toilet itu bangku “hampir” penuh diisi manusia hidup yang menunggu pagi, atau juga menunggu kereta yang menghantarkan mereka meninggalkan kota Gudeg ini. Bodoh amat, perut kagak terima ditahan-tahan, aku juga kagak suka menahan. Jadilah, aku balik lagiiiiii. Seret-seret lagi, kali ini seret-nya sudah tak karuan ngebut. Karena takut kecirit gitu, kan lebih repot. Ya sudahlah, tenang kan perut dulu. Langsung dah, tancap gas dan plong…….

 

Balik lagi sambil nunggu jam 5.30 untuk keluar dari stasiun kereta, pengen sarapan gudeg dulu gitu. Karena waktu kuliah dulu, gudeg di stasiun Tugu sangat enak. Duduk lagi di tempat bangku semula, terus ada melihat dua pria diatas, karena posisi bangkunya dibawah. Mereka sedang syuting, mungkin film documenter perjalanan mereka. Karena aku dengar salah satu dari mereka berkata “Akhirnya aku berada di Yogyakarta.”

 

Waduh mas-mas itu syutingnya berulang-ulang sudah macam film drama sinetron saja pakai cut-cut, gitu dan terus ada pengatur gaya. Waduh mas yang badannya bongsor di suruh loncat-loncat, seru dah, tetapi lebih seruan lagi kalau meletakkan badan di kasur yang empuk. Ya sudahlah, aku meninggalkan “tontonan” yang menarik itu.

 

Perbedaan kereta api eksekutif dan bisnis pastinya dari segi harga, pelayanan dan juga kenyamanan bangku. Bagi kamu yang suka naik kereta api, kereta api kelas apakah yang akan kamu pilih? Kalau aku jawabannya pasti eksekutif, tetapi kalau anggaran tidak memadai kelas bisnis dan bahkan ekonomi pun tak ada masalah.

 



Fill your day with love and step beauty feet



Fun Time it's you......


Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

1 komentar untuk Perbedaan KAI Eksekutif dan Bisnis

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Smile and Lovely Day

  1. Mba aku sampe browsing dulu KA kls bisnis penampakannya kayak apa 😅. Agustus lalu ke Jogja aku naik yg eksekutif. Tadi liat di Gugel kayaknya yg bisnis Ama eksekutif ga jauh beda Yaa? Warna kursi doang kayaknya. Atau mungkin yg eksekutif lebih lega kali Yaa?

    Yg pengeeen banget naikin itu yg luxury. Udh janjian Ama temen, THN depan ke Surabaya mau naik yg luxury 😁. Cakep kayaknya.

    Buatku harga makanan di KA worth it kok. Apalagi rasanya juga enak. Kemarin sempet pesen yg sepi sapi, porsinya juga ngenyangin. Jadi ga kapok pesen makan di KA

    BalasHapus