Jejakcantik.com- Memang ya ketika liburan waktu terasa sangat cepat sekali. Tak terasa sudah memasuki hari keempat berada di Kota Bandung, meskipun dirasa masih kurang menjelajah dan ada niatan mau kembali lagi suatu saat. Quotes of the day, “Waktu akan terasa cepat berlalu, ketika kita merasa bahagia. Perjalanan membuat kita bahagia dengan beragam kisah yang berbeda.” – Citra Pandiangan.

 

4th Days still in Bandung

Tidur kurang nyenyak kali ini, terbangun beberapa kali, padahal jam masih menunjukan pukul 02.00 AM. Mungkin dikarenakan tidur awal dan badan benar-benar “digempur” habis-habisan seperti anak Mapalah, padahal aslinya anak mommy hahaha super dumper manja, tetapi anak manja bukan berarti tidak bisa menikmati hidup ala backpacker. Liburan murah, sehat dan menyenangkan. Asyik lho, menanti hari ini saja membuat aku susah tidur dan tak berdaya untuk segera menikmati 31 hari berpetualang.

 

Akhirnya bisa juga tertidur, dan terbangun tepat pukul 06.00 WIB. Masih leha-leha dan segera mandi. Tepat pukul 06.30 WIB, aku segera keluar dari kamar hotel dan melanjutkan petualangan setengah hari, sebelum jam check out terlewat. Jejak Cantik harus segera kembali ke hotel. Tujuan kali ini ke DAGO, tempat yang terakhir untuk dikunjungi. Memang tempat ini tidak terlalu terkenal. Sehingga tidak recommended bagi sebagian orang, tetapi tidak ada salahnya untuk bertandang ke sini. Akses untuk kesana pun sangat mudah, jadi kalau di pikir-pikir kenapa tidak?

 


Jadilah, pagi-pagi aku mampir sebentar ke Pasar Pagi yang terkenal di Bandung untuk wisata shopping yang murah. Karena masih kepagian, pasar belum banyak yang buka, hanya penasaran saja untuk kemana tembusan jalan di dekat homestay yang aku tempati. Rasa penasaran ini, kagak pernah hilang. Perjalanannya pun lumayan makan waktu sekitar 15 menit dan jalur nya juga cukup mudah untuk ditemui.

 

Segera melihat angkot ST Hall-Dago, aku pun segera turut serta dalam laju kemacetan Bandung. Ya, tidak heran hampir semua kota besar di Indonesia tidak terlepas yang namanya MACET CET CET, dan Saling mendahului, tetapi aku senang melihat perjalanan ke Dago. Lantaran pemandangannya yang sudah kukatakan di hari pertama sejuk, banyak pepohonan yang rindang. Akhirnya sampai juga aku ke terminal Dago.

 

Tersesat di Hutan Belantara

Sepertinya dimanapun kakiku melangkah selalu mendapatkan sambutan hangat dari setiap penduduk setempat, duh sudah semacam artis saja hahaha. Begitu turun dari angkot, langsung tuh tukang ojek pangkalan “menyerbu.” Sudah serasa jadi artis dadakan saja hahaha. Ih dilarang sirik tuh, khususnya teman-teman yang tidak bisa menikmati kesenangan seperti diriku ini. Asyik kan? Semuanya dinikmati saja, suka dan duka adalah bagian dari pembelajaran. Kali ini, aku tidak mau menggunakan ojek atau apapun untuk menuju Curug Dago.

 

Eh diriku jadi kebingungan karena tidak ada tanda dimana letak curug dago tersebut. Aku melihat ada ibu-ibu bersama anaknya sedang berdiri menunggu angkot, nanya dah. Rupanya, tinggal jalan sedikit lagi, terus ada jalanan turunan menurun yang lumayan juga untuk dilakukan. Tetapi sudah terlanjur sampai sini dan bertekad untuk menelusuri Curug Dago seorang diri tanpa “bantuan tukang ojek”.

 

Tarik nafas terlebih dahulu, mengumpulkan serapan energy untuk melangkahkan kaki turun. Mesti hati-hati karena sedikit menurun banget, kalau terjatuh dan terguling-guling atau seperti di hasil editan “penggemar” Syahrini yang ditabrak kereta kan gak seru. Aku kan hanya “artis” dadakan saja kalau setiap turun dari angkot hahahaha. Jadi malu neh, untung nggak pakai helm jadi gak kelihatan besar banget neh kepala. Mari melangkah kan kaki ke bawah, tarik nafas, hembuskan. Siapkan mental, lanjut mang………

 


Turun, turun dari puncak atas bukit, mobil dan motor melaju kagak pakai aturan, serem juga karena badan harus menahan juga agar tidak terlalu cepat melangkah. Bisa berbahaya, karena lumayan juga penurunannya. Setelah itu aku melihat ada jembatan sekitar 200 meter, tetapi firasat tidak harus melalui itu. Eh, kembali lagi pucuk ulam pun tiba, dua pria berpakaian tentara sedang jogging, Tanya dulu ah. “Pak-pak, maaf mau nanya kalau ke Curug DAGO lewat mana ya?”

 

Aduh bapak-bapak itu baik banget, itu mbak lewat sini katanya sambil menunjukan jalan, terus saja. Oh rupanya jalan yang dilalui sebagai lintasan lari oleh bapak-bapak itu merupakan jalan ke arah Curug Dago. Tidak perlu kuatir ada tulisan pertanda 200 meter, langsung deh belok ke kiri. Pencarian Curug DAGO pun dilanjutkan, karena semalam Dago diguyur hujan, jadi bau-bauan tercium pada saat melewati jalan setapak adalah wewangian rumput basah.

 


Awalnya aneh mencium bau itu, tetapi lama-lama terbiasa juga. Malah lebih baik daripada mencium bau tahi kambing waktu perjalanan pulang jalan menanjak dari Ciater ke persimpangan, karena banyak gundukan tahi kambing yang dibiarkan saja, hahaha… jadi pagi ini menghirup rerumputan basah dan juga pepohonan adalah hal yang luar biasa. Di Jakarta mana bisa menghirup begini-an. Lah pagi-pagi aja sudah disambut bau knalpot dan deringan klakson mobil, bus dan motor.

 

Apalagi kalau hujan, waduh sudah jalanan basah, motor dan mobil setiap lewat genangan air mana mau pelan-pelan atau malah sengaja dipercepat. Sehingga airnya berhamburan dan terkena pakaian orang yang sama-sama melintas. Aku pernah menjadi korban ketidak pedulian orang yang memiliki kendaraan. Sungguh terlalu!!!!!

 

Tidak lama melalui kedua pria yang sedang asyik berkebun. Aku ada melihat jalan setapak menurun, alias tangga yang rapi tersusun. Aku pun turun, bau aroma pohon basah semakin tajam. Tiba-tiba saja ada rasa takut, saat mau menelusuri jalan yang semakin menjauh dari pusat jalan pertama. Kuurungkan niat, lebih baik berjalan melalui jalan semula, setapak yang sempit dan sekali-kali harus menepi untuk membiarkan motor lewat terlebih dahulu. Masih belum ada tanda papan bertuliskan Curug Dago. Ah tidak lama, kaki melangkah, terlihat juga pos masuk ke wisata Curug Dago, tetapi lagi-lagi pos tutup. Ya sudah lah, aku melangkah turun. Karena aku melihat ada dari beberapa orang setempat pun turun. Jadinya, aku turun tanpa membayar tiket masuk, bukan salah ku. Karena salahnya kenapa masih tutup.

 


Turunan tangga membawa ku melintas, ada pedagang yang sudah buka, dan jika jalan terus ada jembatan yang menghubungkan kedua sisi yang dibawahnya adalah aliran sungai yang deras. Walaupun hujan turun tetapi tidak membuat aliran air terlihat penuh, maupun keruh. Apakah aku sudah di curug dago? Aku pun tidak tahu? Tetapi aku mengistirahatkan kaki yang penat berjalan. Aku pun segera duduk di bangku yang tersedia dibawah rindang pohon.

 

Benar-benar seperti berada di hutan belantara, karena tak ada seorang pun di sana pagi-pagi, hanya sepasang bapak, dan ibu tua yang berjualan disekitar lokasi itu. Enggan bertanya atau menganggu mereka yang sedang bercanda gurau dengan anak kecil yang sedang bermain sepeda di sekitarnya. Aku pun mulai memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh kearah kiri. Aku melihat ada tangga yang turunannya sangat curam. Aku mencoba menuruni nya pelan-pelan.

 


Lantaran habis hujan, jalanan jadi semakin licin, sepatuku bukanlah sepatu sport. Sehingga membuatku harus perlahan-lahan menuruni tangga tersebut. Terlihat bangunan berwarna merah tetapi pintu terkunci, sedangkan sisinya terdapat sungai yang mengalir. Sungguh indah memang, aku menatap disitu sesaat, bukan terpana melainkan menghela nafas. Capek banget bo menuruni tangga yang terjal-terjal, tetapi kok gak ada air terjun nya ya?

 



Fill your day with love and step beauty feet



Fun Time it's you......


Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

1 komentar untuk Kisah Perjalanan: Tersesat di Hutan Dago

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Smile and Lovely Day

  1. Ini berarti salah tempat, atau memang curugnya blm sampai mba 😅.

    Eh tapi mba citra berani sih, sendirian masuk ke dalam hutan giitu cari Curug. Aku jujur ga berani. Tapi sukaaa banget Ama wisata Curug. Soalnya tempwt2 air terjun gini kan biasanya di ketinggian dan hawanya sejuk. Jadi betah.

    Kalo daerah Bandung yg pernah aku datangin Curug Malela. Zaman pas masih belum terkenal kayak skr.. medannya aja masih astaghfirullah 🤣.kalo skr mah udh gampang

    BalasHapus